Header Ads


DALIL-DALIL AMALAN BULAN dan NISFU SYA'BAN


Bacalah dengan seksama, terimalah sebagai ilmu, buanglah kejahilan dan takutlah kepada Allah dengan "melawan" kebenaran.
DALIL-DALIL AMALAN BULAN dan NISFU SYA'BAN
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ يَارَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ سُبْحَانَكَ لاَنُحْصِيْ ثَنَاءًا عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلىَ نَفْسِكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ عَلىَ ذَلِكَ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ الْبَشِيْرِ وَالنَّذِيْرِ الَّذِيْ تَنْفَتِحُ بِهِ أَبْوَابُ الْخَيْرِ وَتَنْغَلِقُ بِهِ أَبْوَابُ الشَّرِّ وَعَلَى آلِهِ اْلأَطْهَارِ وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ.
وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيٍّ الْعَظِيْمِ,أَمَّا بَعْدُ.
Sya’ban adalah salah satu bulan yang mulia. Bulan ini adalah pintu menuju bulan Ramadhan. Siapa yang berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, ia akan akan menuai kesuksesan di bulan Ramadhan.
Dinamakan Sya’ban, karena pada bulan itu terpancar bercabang-cabang kebaikan yang banyak (yatasya’abu minhu khairun katsir). Menurut pendapat lain, Sya’ban berasal dari kata “Syi’b”, yaitu jalan di sebuah gunung atau jalan kebaikan. Dalam bulan ini terdapat banyak kejadian dan peristiwa yang sangat perlu diperhatikan oleh kaum muslimin. Dan pada bulan ini juga ada beberapa amalan yang biasa dilakukan oleh para Salafuna sholih untuk mempersiapkan dan melatih diri dengan memperbanyak ibadah dalam rangka menyambut bulan Ramadhan.
Diantara amalan tersebut adalah :
1. Puasa
Puasa di bulan Sya’ban itu termasuk disunnahkan karena untuk melatih agar nanti ketika Ramadhan tiba sudah terbiasa dengan puasa. Selain itu bulan ini juga banyak dilalaikan oleh manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa hadits. Namun kita tidak perlu mengkhususkan hari tertentu dari bulan Sya’ban untuk berpuasa karena tidak ada hadits yang benar secara khusus menentukan hari tertentu untuk puasa.Yang ada adalah riwayat yang menjelaskan anjuran puasa bulan Sya’ban secara umum.
2. Menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban
Jumhur ulama berpendapat bahwa menghidupkan malam Nishfu Sya’ban hukumnya adalah sunnah baik dengan cara beribadah secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dan kita boleh mengisinya dengan bermacam-macam ibadah seperti puasa, shalat dan lain sebagainya. Dan itulah yang dilakukan para Ulama dalam menghidupkan malam Nishfu Sya’ban.
A. Keutamaan Bulan Sya’ban
Disebutkan dalam beberapa hadits Shahih tentang keutamaan Bulan Sya’ban yang sungguh sangat diperhatikan oleh Nabi Muhammad SAW.
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah RA beliau berkata : “Rasulullah SAW biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah ShallAllohu ‘Alaihi Wasallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
2. Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Imam Abu Dawud dan Imam Nasa’i dan Imam Ibnu Khuzaimah dan beliau katakan hadits ini adalah shahih
عَنْ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ قَالَ : قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ, لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ, قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ, وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ, فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Dari Usamah bin Zaid berkata: Aku bertanya : Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban (karena seringnya), beliau menjawab: “Bulan itu adalah bulan yang dilalaikan oleh banyak orang, yaitu antara Rajab dan Ramadhan, di bulan itu diangkat amal-amal kepada Allah Tuhan semesta alam, dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaan aku berpuasa”.
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim :
عَنْ عَائِشَةَ لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم– يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
Dari Sayyidah A’isyah ra beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak biasa berpuasa satu bulan lebih banyak dari bulan Sya’ban. Sesungguhnya Rasulullah SAW berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Imam Bukhari no. 1970 dan Imam Muslim no. 1156)
Dalam lafazh Imam Muslim menyebutkan riwayat dari Sayyidah ‘Aisyah radhiyAllohu ‘anha dengan sedikit berbeda.
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Nabi ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya dan hanya sedikit saja hari-hari berbuka beliau di bulan sya’ban” (HR. Imam Muslim no. 1156)
Dari Riwayat-riwayat tersebut di atas sungguh sangat jelas bahwa Nabi Muhammad SAW sangat memperhatikan Bulan Sya’ban dengan berpuasa.
B. Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban
Tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban telah banyak hadits dari Nabi Muhammad SAW diantaranya adalah
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad Bin Hanbal dan Imam Ibnu Hibban beliau berkata hadits ini shahih yaitu :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ فَقَالَ أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كِلَبٍ
Dari Sayyidah Aisyah ra beliau berkata : “Aku kehilangan Rasulullah SAW pada suatu malam,. Kemudian aku keluar dan aku menemukan beliau di pemakaman Baqi’ Al-Gharqad” maka beliau bersabda “Apakah engkau khawatir Allah dan Rasulnya akan menyia-nyiakanmu?” Kemudian aku berkata : “Tidak wahai Rasulullah, sungguh aku telah mengira engkau telah mendatangi sebagian isteri-isterimu”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah menyeru hambanya di malam Nishfu Sya’ban kemudian mengampuninya dengan pengampunan yang lebih banyak dari bilangan bulu domba Bani Kilab (maksudnya pengampunan yang sangat banyak)”. (HR. Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad Bin Hanbal dan Imam Ibnu Hibban beliau berkata hadits ini shohih)
Domba Bani Kilab adalah gerombolan Domba terbanyak di Jazirah Arab di waktu itu.
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dan Imam Baihaqi :
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَ صُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ: أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ ! أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ ! أَلاَ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ ! أَلاَ كَذَا… أَلاَ كَذَا… حَتَّى يَطْلُعَ الفَجْرُ
Dari Sayyidina Ali bin Abu Thalib bahwasanya Rasulullah bersabda, “Apabila tiba malam Nishfu Sya’ban, shalatlah pada malam harinya dan puasalah di siang harinya karena Allah menyeru hambanya di saat tenggelamnya matahari, lalu berfirman, ‘Adakah yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya, Adakah yang meminta rizki kepada-Ku, niscaya akan memberinya rizki, Adakah yang sakit, niscaya Aku akan menyembuhkannya, Adakah yang demikian (maksudnya Allah akan mengkabul hajat hambanya yang memohon pada waktu itu)…. Adakah yang demikian…. Sampai terbit fajar.”
3. Hadits yang diriwayatkan Imam Abu Nu’aim dan dikatakan shahih oleh Imam Ibnu Hibban begitu juga Imam Thabrani berkata semua perawinya adalah orang yang dapat dipercaya (Tsiqah) :
عَنْ مُعَاذٍ بِنْ جَبَلٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ يَطَّلِعُ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Dari Sayyidina Mu’ad Bin Jabal, dari Nabi SAW beliau berkata : “Allah Tabaraka wa Ta’ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu Allah mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
C. KOMENTAR PARA ULAMA TENTANG MALAM NISHFU SYA’BAN
1. Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata dalam kitabnya Lathaiful Ma’arif hal 199 – 201 :
وليلة النصف من شعبان كان التابعون من أهل الشام كخالد بن معدان و مكحول ولقمان بن عامر وغيرهم يعظمونها ويجتهدون فيها في العبادة ،وعنهم أخذ الناس فضلها وتعظيمها ، … ((لطائف المعارف)) ص199-201
“Dan malam nishfu Sya’ban adalah malam yang para tabi’in negara syam seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul, Luqman Bin Amir dan yang lainnya mereka mengagungkan malam Nishfu Sya’ban dan mereka bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam tersebut. Dan dari mereka lah umat islam mengambil faham keutamaannya dan keagungannya.”
Dan ibnu hajar melanjutkan :
واختلف علماء أهل الشام في صفة إحيائها على قولين: أحدهما: أنه يستحب إحياؤها جماعة في المسجد. كان خالد بن معدان ولقمان بن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم ويتبخرون ويكتحلون ويقومون في المسجد ليلتهم تلك. ووافقهم إسحاق بن راهوية في ذلك وقال في قيامها في المساجد جماعة: ليس ذلك ببدعة.
Ulama Syam berbeda pendapat dalam menghidupkan malam Nishfu Sya’ban :
Pendapat Pertama : Disunnahkan menghidupkannya secara berjamaah di masjid. Dan para ulama tersebut di atas mereka mengenakan pakaian yang paling bagus yang mereka miliki serta membakar kayu harum dan menggunakan celak. Mereka melakukan shalat di masjid pada malam itu. Dan pendapat ini di setujui oleh Ishaq Ibnu Rahawih dan beliau berkata ”Ini bukanlah sebuah bid’ah”
وقال الشافعي: بلغنا أن الدعاء يستجاب في خمس ليال: ليلة الجمعة، والعيدين، وأول رجب، ونصف شعبان
Berkata Imam Syafi’i : Telah sampai berita kepada kami bahwa doa akan di Kabul di lima malam, malam jum’at, malam 2 hari raya, dan Awal Rajab Dan Nifsu Sya’ban.
2. Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Tadzkiratul Khufadz juz 4 hal 1328 disaat menjelakan biografinya Ibnu Asyakir beliau katakana :
أبو القاسم بن عساكر، صاحب التصانيف ….قال ولده المحدِّث بهاء الدين القاسم: كان أبي رحمه الله مواظباً على الجماعة والتلاوة، يَختم كل جمعة، ويختم في رمضان كل يوم، ويعتكف في المنارة الشرقية – من جامع دمشق -،وكان كثير النوافل والأذكار، ويُحيي ليلة النصف – من شعبان – والعيد بالصلاة والذكر
“Ibnu Asyakir adalah seorang hafidz muhaddits Syam yang mempunyai banyak karangan, berkata putra Ibnu Asyakir, yaitu Baha Uddin Al-Qasim berkata “Ayahku (Ibnu Asyakir) selalu berjamaah serta membaca Al-Qur’an dan hatam setiap jum’at dan setiap hari di bulan ramadhan dan selalu ber i’tikaf di menara Asyarqiyah di Damaskus. Beliau selalu memperbanyak shalat sunnah dan dzikir serta menghidupkan malam Nishfu sya’ban dan malam ‘id dengan shalat dan dzikir .
3. Berkata Imam Ibnu Haj dalam kitabnya Al-Madkhal juz 1 hal 257 :
وبالجملة فهذه الليلة وإن لم تكن ليلة القدر فلها فضل عظيم وخير جسم، وكان السلف رضي الله عنهم يعظّمونها ويشمّرون لها قبل إتيانها، فما تأتيهم إلا وهم متأهّبون للقائها والقيام بحرمتها، على ما قد عُلم من احترامهم للشعائر… ))
Fasl malam nishfu sya’ban Kesimpulannya “Malam Nishfu sya’ban meskipun bukan malam lailatul qodar akan tetapi adalah malam yang mempunyai keutamaan yang sangat agung dan kebaikan yang sangat banyak. Ulama salaf mengagungkannya serta bersungguh-sungguh dalam menyambut kedatangannnya. Dan tidak datang malam Nishfu sya’ban kepada mereka kecuali mereka sudah siap menghidupkannya seperti yang telah diketahui dari mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang mengagungkan syiar Alloh
4. Berkata Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa nya, (Ibnu Taimiyah adalah tokoh kebanggaan orang-orang yang mengingkari kegiatan di Malam Nishfu Sya’ban). Ibnu Taimiyah berfatwa :
إذا صلى الإنسان ليلة النَّصف وحده أو في جماعة خاصة كما كان يفعل طوائف من المسلمين فهو : حسن. ((مجموع الفتاوى)) ج 23 ص131
“Apabila ada orang shalat di malam Nishfu Sya’ban dengan sendirian atau berjama’ah sebagaimana yang dilakukan sebagian kaum muslimin itu merupakan hal yang baik”.
وأما ليلة النصف فقد روي في فضلها أحاديث وآثار ،ونقل عن طائفة من السلف أنهم كانوا يصلون فيها ، فصلاة الرجل فيها وحده قد تقدمه فيه سلف وله فيه حجة فلا يُنْكَر مثل هذا ، أمَّا الصلاة جماعة فهذا مبني على قاعدة عامة في الاجتماع على الطاعات والعبادات…
Beliau juga berkata dalam kitab yang sama hal 132 “Adapun keutamaan malam Nishfu Sya’ban telah diriwayatkan dari hadits-hadits dan atsar (perkataan para sahabat dan tabi’in) dan sejumlah dari ulama salaf sesungguhnya mereka menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan shalat. Adapun shalatnya seseorang dengan sendirian pada malam Nishfu Sya’ban cara seperti itu telah dilakukan oleh ulama salaf dan dengan hujjah-hujjah (dalil-dalil) yang jelas maka hal ini tidak boleh di ingkari. Adapun shalat jamaah yang mereka lakukan di malam Nishfu Sya’ban ini berdasarkan atas qaidah umum bahwa dianjurkan berkumpul dalam melakukan ketaatan dan ibadah.
Ibnu Taymiyah menjelaskan dalam kitab Iqtidha Shiratal Mustaqim hal 266 :
ليلة النصف من شعبان. فقد روي في فضلها من الأحاديث المرفوعة والآثار ما يقتضي: أنها ليلة مُفضَّلة. وأن من السلف من كان يخصّها بالصلاة فيها، وصوم شهر شعبان قد جاءت فيه أحاديث صحيحة. ومن العلماء من السلف، من أهل المدينة وغيرهم من الخلف: من أنكر فضلها، وطعن في الأحاديث الواردة فيها، كحديث:{ إن الله يغفر فيها لأكثر من عدد شعر غنم بني كلب} وقال: لا فرق بينها وبين غيرها. لكن الذي عليه كثير من أهل العلم؛ أو أكثرهم من أصحابنا وغيرهم: على تفضيلها، وعليه يدل نص أحمد، لتعدد الأحاديث الواردة فيها، وما يصدق ذلك من الآثار السلفيَّة، وقد روي بعض فضائلها في المسانيد والسنن. وإن كان وضع فيها أشياء أُخر ))
Malam Nishfu sya’ban keutamaannya telah diriwayatkan dari banyak hadits-hadits dan atsar (perkataan sahabat dan tabi’in) yang kesimpulannya, “Malam Nishfu sya’ban adalah malam yang diutamakan”. Dan sebagian ulama salaf ada yang mengkhususkannya dengan melakukan ibadah shalat. Dan berpuasa di bulan Sya’ban telah diriwayatkan dari hadits-hadits yang shahih.
Ada sebagian ulama salaf dari penduduk kota madinah dan juga sebagian ulama khalaf yang mengingkarinya dan berusaha mencederai hadits-hadits yang menunjukan keutaamannya seperti hadits : “Sesungguhnya Allah mengampuni di malam Nishfu Sya’ban terhadap dosa dengan pengampunan yang lebih banyak dari bulu domba
Bani kilab”.
Setelah Mereka yang mencederai hadits tersebut akhirnya mereka berkata bahwa tidak ada perbedaan diantara bulan sya’ban dan bulan lainnya.
Akan tetapi kebanyakan ulama-ulama salaf telah mengutamakan (menghidupkan) malam Nishfu Sya’ban sebagaimana nash riwayat yang jelas dari Imam Ahmad karena banyaknya hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaannya dan juga karena banyaknya perkataan-perkataan dari para ulama salaf yang tersebut dalam kitab musnad-musnad dan sunan-sunan. Meskipun memang ada beberapa riwayat yang lain yang dipalsukan.”
Kesimpulan :
Bagi siapapun yang ingin menyampaikan kebenaran harus jujur dan amanat karena ada ancaman hukuman berat dari Allah SWT bagi pengkhianat-pengkhianat. Ada sebagian kaum muslimin yang mendustakan semua hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan Bulan Sya’ban dan Menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban. Sungguh dikhawatirkan mereka Akan dihukum oleh Allah karena telah berdusta atas Nabi Muhammad SAW.
Dan memang ada beberapa riwayat palsu tentang keutamaan menghidupkan Malam Nishfu Sya’ban. Akan tetapi bagi orang yang takut kepada Allah SWT haruslah jujur, yang palsu harus dibuang akan tetapi jika ada riwayat yang telah dianggap benar (shahih) oleh Ahli Hadits tidak ada bagi kita kecuali menginshafi dan menerimanya. Bahkan jika seandainya tidak ada riwayat yang benar dan hanya ada yang dhaif hal tersebut oleh para ulama masih bisa digunakan untuk memacu amal baik dengan syarat-syaratnya. Apalagi sudah terbukti ada beberapa ahli hadits yang menghukumi keshahihanya.
Dan telah disebutkan perkataan sebagian dari ulama-ulama yang menyeru untuk menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan dzikir shalat dan lain-lain. Maka jika ada orang di akhir zaman ini yang dengan lantang berkata bahwa ulama terdahulu tidak pernah menghimbau menghidupkan malam Nishfu Sya’ban lalu mereka katakan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban adalah bid’ah, maka orang tersebut adalah salah satu dari dua:
Pertama ; mereka adalah orang yang tidak mengetahui para ulama salaf. Jika demikian adanya orang-orang tersebut tidak perlu di ikuti karena sempitnya wawasan tentang ulama salaf. Bahkan Dia telah kurang ajar kepada ulama terdahulu.
Kedua ; mereka telah mengetahui apa yang telah disebutkan oleh para ulama salaf di atas hanya karena kecurangan mereka, mereka sembunyikan kebenaran ini karena menuruti hawa nafsu. Dan kita pun tidak perlu mengikuti orang yang mengikuti hawa nafsu.
Dan bagi kita adalah tidak ada pilihan lain kecuali “Mengikuti ulama-ulama yang menghimbau dan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban”.
Cara menghidupkan malam Nishfu Sya’ban adalah dengan memperbanyak amal-amal yang diajarkan oleh Rasulullah SAW seperti melakukan shalat sunnah hajat, shalat sunnah tasbih, shalat sunnah witir atau dengan bershalawat, berdzikir, beristighfar dan membaca Al-Qur’an atau membaca ilmu yang menjadikan kita semakin dekat kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam Bishshowab
Cara Berdo’a :
1. Bisa dengan langsung memohon kepada Allah SWT
2. Bisa dengan bertawassul dengan amal-amal shalih seperti membaca Al-Qur’an seluruhnya atau sebagian atau hanya surat Yasin seperti yang telah dilakukan kebanyakan kaum muslimin atau bersedekah dan sholat kemudian memohon kepada Allah SWT.
Cara ini sesuai kisah yang diceritakan Nabi Muhammad SAW berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim. Imam Bukhari meriwayatkan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua, kemudian mereka memohon kepada Allah dengan bertawassul dengan amal-amal shaleh mereka yang akhirnya dikabulkan hajat mereka. Maksudnya mereka memohon kepada Allah agar pintu gua dibuka dengan membawa sesuatu yang dicintai oleh Allah yaitu amal shaleh
وعَنْ أَبِي عَبْدِ الرّحْمنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَر بْنِ الْخَطّاَب، رضي الله عنهما قاَلَ‏:‏ سَمِعْتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ‏:‏ ‏”‏ اِنْطَلَقَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى آوَاهُمْ الْمَبِيْتُ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوْهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمْ الْغَارَ، فَقَالُوْا‏:‏ إَنَّهُ لاَ يُنْجِيْكُمْ مِنْ هذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوْا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ‏.‏ قَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ‏:‏ اللّهُمَّ كَانَ لِيْ أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ، وَكُنْتُ لاَ أَغْبُقُ قَبْلَهُمَا أَهْلاً وَلاَ مالاً‏.‏ فَنَأَى بِىْ طَلَبُ الشَّجَرِ يَوْماً فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا فَحَلِبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ فَكَرِهْتُ أَنْ أُوْقِظَهُمَا وَأَنْ أَغْبُقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْ مَالاً، فَلَبِثْتُ- وَالْقَدْحُ عَلَى يَدِىْ- أَنْتَظِرُ اسْتِيْقَاظَهُمَا حَتَّى بَرِقَ الْفَجَرُ وَالصَبِيَّةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمِى – فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوْقَهُمَا‏.‏ اللّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هذِهِ الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئاً لاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ الْخُرُوْجَ مِنْهُ‏.‏ قال اْلآخَرُ‏:‏ اللّهُمَّ إِنَّهُ كَانَتْ لِيْ ابْنَةُ عَمِّ كَانَتْ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَىَّ ‏”‏ وَفِى رِوَايَةٍ‏:‏ ‏”‏كُنْتُ أُحِبُّهَا كَأَشَدِّ مَا يُحِبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءَ، فَأَرَدْتُهَا عَلَى نَفْسِهَا فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِيْنَ فَجَاءَتْنِىْ فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِيْنَ وَمِائَةَ دِيْنَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِىْ وَبَيْنَ نَفْسِهَا فَفَعَلَتْ، حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا‏”‏ وَفِىْ رِوَايَةٍ‏:‏ ‏”‏فَلَمَّا قَعَدْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا، قَالَتْ‏:اِتَّقِ اللهَ وَلاَ تُفْضِ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ، فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهِىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَىَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِىْ أَعْطَيْتُهَا، اللّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ،فَانْفَرَجَتْ الصَّخْرَةُ غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ الْخُرُوْجَ مِنْهَا‏.‏ وَقَالَ الثَّالِثُ‏:‏ اللّهُمَّ اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ وَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِىْ لَهُ وَذَهَبَ، فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ اْلأَمْوَالُ، فَجَاءَنِىْ بَعْدَ حِيْنٍ فَقَالَ‏:‏ يَا عَبْدَ اللهِ أَدِّ إِلَىَّ أَجْرِىْ، فَقُلْتُ‏:‏ كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ‏:‏ مِنَ اْلإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيْقِ‏.‏ فَقَالَ‏:‏ يَا عَبْدَ اللهِ لاَ تَسْتَهْزِئْ بِىْ‏!‏ فَقُلْتُ‏:‏ لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ، فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئاً، اللّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ، فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوْا يَمْشُوْنَ‏”‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏
Artinya: “Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab r.a. beliau berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda: “Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu mereka berpergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian mereka pun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
Seorang dari mereka berkata : “Ya Allah, Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-renta serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya saya pun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsing, Anak-anak kecil sampai menangis karena kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keridhaan-Mu, maka lapanglah kesulitan yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini.” Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
Yang lain berkata: “Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai sepupu wanita yang merupakan manusia yang paling aku cintai. Dalam sebuah riwayat disebutkan : Saya mencintainya sebagai kecintaan orang-orang lelaki yang amat sangat kepada wanita. Kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia menghadapi kesulitan. Ia pun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus dua puluh dinar padanya dengan syarat ia mau menyendiri denganku. Ia pun berjanji. Setelah aku dapat menguasai dirinya. Dalam sebuah riwayat lain disebutkan : Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya. Sepupuku itu lalu berkata: “Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kehormatanku ini – melainkan dengan haknya – yakni dengan perkawinan yang sah -, lalu saya pun meninggalkannya, padahal ia adalah orang yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan ridha-Mu, maka lapangkanlah kesulitan yang sedang kami hadapi ini.” Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu berkata: “Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu aku kembangkan sehingga bertambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangiku, kemudian berkata: “Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Akupun berkata: “Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau mengolokku. Aku menjawab: “Aku tidak mengolokmu”. Kemudian orang itu pun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan ridha-Mu, maka lapangkanlah kami dari kesulitan yang sedang kami hadapi ini.” Batu besar itu lalu membuka lagi dan mereka pun keluar dari gua itu. (Muttafaq ‘alaih)
Inilah yang banyak diamalkan oleh kaum Muslimin yaitu dengan membaca ayat suci Al-Qur’an (seperti Surat Yasin, Tabarak dan lain sebagainya), shalat dan berdzikir yang semua itu adalah amal shalih kemudian setelah itu memohon kepada Allah SWT.
3. Dengan mendahulukan Istighfar sebanyak-banyaknya sebagai pelaksanaan Firman Allah SWT :
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا – سورة نوح : أية 10- 12
“Kemudian Aku berkata : Mintalah kalian pengampunan kepada Tuhan kalian. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Dia menurunkan hujan dari langit untuk kalian, dan memberikan kalian dengan harta dan anak keturunan serta menjadikan kebun-kebun dan sungai-sungai untuk kalian”. QS. Nuh ayat 10-12.
Dan masih banyak cara-cara berdo’a seperti yang sering dilakukan oleh para ulama dengan istilah Istighatsah yang intinya kembali kepada satu makna yaitu : “Menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan ibadah-ibadah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW”.
Contoh amalan Sunnah yang bisa dilakukan di malam Nishfu Sya’ban :
Qaidahnya adalah semua amalan yang bisa dilakukan di luar bulan Sya’ban adalah sangat sunnah untuk dilakukan di malam Nishfu Sya’ban.
1. Memperbanyak shalat sunnah di antaranya :
a) Shalat Hajat 2 rakaat, niatnya adalah :
اُصَلِّي سُنَّةً لِقَضَاءِ الحْاَجَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat shalat Hajat dua rakaat karena Alloh ta`ala.”
b) Shalat Istikharah 2 rakaat, niatnya adalah:
اُصَلِّي سُنَّةَ اْلاِسْتِخَارَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat sholat Istikhoroh dua rakaat karena Alloh ta`ala.”
c) Shalat Witir 3 rakaat dengan 2 salam. Shalat witir ini dianjurkan dikerjakan sebagai penutup shalat sunnah.
a. Salam yang pertama dengan dua rakaat niatnya:
أُصَلِّي سُنَّةً مِنَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat shalat witir dua rakaat karena Allah ta`ala.”
b. Salam yang kedua dengan satu rakaat niatnya adalah:
أُصَلِّي سُنَّةَ اْلِوتْرِ رَكْعَةً لِلَّهِ تَعَالَى
Atau
أُصَلِّي رَكْعَةَ الْوِتْرِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku berniat shalat witir satu rakaat karena Allah ta`ala.”
Bagi yang mempunyai kesempatan bisa melkukan shalat witir sampai 11 rokaat
A. Shalat Sunnah Tasbih
Shalat tasbih adalah shalat yang diajarkan Rasululah kepada paman beliau Sayyidina Abbas agar mendapatkan pengampunan dari Allah. Shalat ini dilakukan 4 rakaat dengan 300 tasbih dan bisa dilakukan dengan 2 rakaat – 2 rakaat، dua salam .
Caranya :
1. Niat :
أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى
“Aku berniat shalat sunnah tasbih 2 rakaat karena Allah SWT.”
2. Shalat dilakukan sebagaimana shalat biasa hanya ditambahkan bacaan :
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
a. 15 kali sebelum membaca al-fatihah،
b. 10 kali setelah membaca surat sebelum ruku،
c. 10 kali disaat ruku،
d. 10 kali disaat i`tidal،
e. 10 kali disaat sujud،
f. 10 kali disaat duduk diantara dua sujud،
g. 10 kali disaat sujud yang ke-dua.
Ada sebagian yang meletakkan tasbih A (yaitu 15 kali) di B (setelah membaca surat sebelum ruku’) dan tasbih B (10 kali) dipindah ke saat duduk setelah sujud yang ke-dua. Maka genaplah 75 tasbih dalam satu rokaat . 150 tasbih dalam dua rokaat dan genaplah 300 tasbih dalam empat rakaat.
Shalat ini hendaknya dilakukan setiap malam. Kalau tidak bisa، setiap minggu. Kalau tidak bisa، setiap bulan. Kalau tidak bisa، setiap tahun. Kalau tidak bisa، jangan sampai tidak melakukannya sepanjang umurnya.
Wallahu a’lam bisshawaab.
3. Memperbanyak membaca Istighfar
4. Memperbanyak membaca Shalawat
5. Memperbanyak membaca Al-Qur’an
6. Memperbanyak membaca Dzikir
7. Memperbanyak berdo’a dengan do’a sebebas-bebasnya
8. Bersedekah baik dalam bentuk uang, sandang dan pangan ataupun makanan yang siap dihidangkan.
9. Silaturahmi
(Buya Yahya, Cirebon)

No comments: