Tashawwuf: Cerpen 9. Budak Manusia, Wali Allah
‘Abdullah bin al-Mubarak bercerita: “Aku pernah menetap di Makkah yang pada waktu itu sedang dilanda kemarau panjang. Orang-orang berbondong-bondong menuju padang ‘Arafah untuk melaksanakan shalat Istisqa’ (minta hujan), akan tetapi selama tujuh hari kemudian keadaan malah semakin parah, setetes airpun enggan turun ke bumi. Kemudian setelah shalat Jum’at mereka kembali keluar ke ‘Arafah untuk tujuan yang sama dan aku lihat di tengah-tengah mereka ada seorang laki-laki hitam dalam kondisi tubuh yang sangat lemah. Lalu dia shalat dua raka’at kemudian berdo’a, lantas dia sujud sembari berujar: ‘Demi keagungan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku dari sujud ini sehingga Engkau menurunkan hujan kepada hamba-hamba-Mu.’ Tiba-tiba aku lihat satu gumpal awan hitam muncul kemudian berkumpul beberapa gumpalan lainnya sehingga menjadi satu, membentuk mendung yang sangat tebal. Air hujan pun tumpah bagaikan mulut sumur-sumur yang penuh berisi air lantas diangkat ke langit dan kemudian dituangkan ke bumi. Maka dia memuji Allah kemudian berlalu.”
Ibn al-Mubarak melanjutkan ceritanya: “Dengan penuh penasaran aku mengikutinya dan sehingga aku lihat dia memasuki tempat penjualan budak-budak. Lalu aku berpaling meninggalkan tempat tersebut sampai keesokan pagi harinya aku datang kembali ke tempat tersebut dengan tidak lupa membawa sejumlah uang dinar dan dirham. Kemudian aku mendatangi penjual budak dan berkata: ‘Aku ingin membeli seorang budak !.’ Lantas dia mengeluarkan hampir tiga puluh orang budak untuk dipilihkan bagiku. Kataku lagi: ‘Adakah yang lain yang masih tersisa ?’, dia menjawab: ‘Ada seorang lagi budak tengik yang tidak mau berbicara dengan siapapun !’. Kataku: ‘tunjukkan padaku !’, maka dia mengeluarkan budak yang aku lihat dan ikuti kemarin. Maka aku berujar: ‘Berapa harganya ?’, dia menjawab: ‘Dua puluh dinar, tapi untukmu aku jual murah sepuluh dinar saja.’ Aku menyela: ‘Tidak !, aku akan menambahkan harganya dengan dua puluh tujuh dinar.”
Beliau masih terus berkisah: “Lalu aku mengambil budak tersebut, tiba-tiba sang budak berkata: ‘Tuanku, kenapa anda membeliku padahal aku tidak sanggup berkhidmat padamu ?.’ Aku menjawab: ‘Ketahuilah, aku membelimu supaya engkau menjadi tuanku dan aku menjadi budakmu’. Dia bertanya keheranan: ‘Mengapa demikian tuan ?’, Jawabku: ‘Kemarin aku lihat dirimu berdo’a kepada Allah dan langsung dikabulkan, aku lihat karamah (kemuliaan) mu. ‘Tuan lihat itu semua ?’, dia kembali bertanya, ‘Ya’, jawabku. Dia berujar lagi: ‘Maukah tuan memerdekakanku ?’, Aku berseru: ‘Dengan mengharap keridhaan Allah, engkau merdeka ! Tiba-tiba terdengar suara dari langit tanpa terlihat sosoknya berkata: ‘Hai Ibn al-Mubarak, berbahagialah karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu !.”
Kemudian beliau berwudhu dengan sempurna dan shalat dua raka’at, kemudian berseru: “Segala puji bagi Allah, ini hanya pemerdekaan tuan kecil (manusia), bagaimana lagi pemerdekaan Tuan yang besar (Allah Ta’ala) ?.” Sang budakpun berwudhu’ juga dan shalat dua raka’at., kemudian mengangkatkan kedua tangannya ke langit, bermunajat: “Tuhanku, Engkau tahu hamba telah menyembah-Mu selama tiga puluh tahun, dan ada janji antaraku dan Engkau bahwa Engkau tidak membuka rahasiaku, jika Engkau membukanya maka ambillah ruhku menghadap-Mu.” Sekejap kemudian maka tersungkurlah sang budak yang merupakan wali Allah dan diapun meninggal dunia.
Ibn al-Mubarak berkata; “Maka aku menkafaninya dengan kain kafan murah, lalu aku shalatkan dan kuburkan. Malam harinya aku tidur dan bermimpi melihat seorang laki-laki yang sangat indah baik rupa maupun pakaiannya, disampingnya berdiri seorang laki-laki tinggi besar dengan penampilan yang sama, keduanya saling menyilangkan tangan di atas bahu yang disampingnya. Dia berkata padaku: ‘Hai Ibn al-Mubarak, tidakkah engkau malu kepada Allah ?’. Lantas orang tersebut berjalan, aku bertanya: ‘Siapakah tuan?’, laki-laki tersebut menjawab: ‘Aku adalah Muhammad Rasulullah dan ini disebelahku adalah ayahku (kakekku) Ibrahim.’ Maka kataku: ‘Bagaimana aku tidak malu dan aku selalu memperbanyak shalat’. Beliau bersabda: ‘(bukan itu) meninggal seorang wali dari auliya Allah Ta’ala, sedangkan engkau menkafaninya dengan kafan murah !’. Pagi harinya, aku datangi kubur budak (sang wali) tersebut, aku gali kembali dan aku keluarkan dia dari dalam kubur kemudian aku ganti kain kafannya dengan yang bagus, lalu aku shalatkan dan kuburkan kembali.” Semoga rahmat Allah tercurah atasnya…
(Al-Qalyubiy, Al-Nawadir (Memetik Hikmah...), hal. 8-9)
No comments: